Keroncong
merupakan nama dari instrumen musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari
jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrumen musik keroncong, flute,
dan seorang penyanyi wanita.
Asal-usul
Akar
keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang
diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad
ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di
Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku. Melemahnya pengaruh
Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang
pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal
Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh
Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi
oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong
Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara,
seperti penggunaan seruling serta beberapa komponengamelan. Pada sekitar abad
ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara,
bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar
tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer
(musikrock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan
sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik
keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat
di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.
Seperti
diketahui bahwa Musik Keroncong pertama masuk ke Indonesia sekitar tahun 1512,
yaitu pada waktu Ekspedisi Portugis pimpinan Alfonso de Albuquerque datang ke
Malaka dan Malukutahun 1512. Tentu saja para pelaut Portugis membawa lagu jenis
Fado, yaitu lagu rakyat Portugis bernada Arab (tangga nada minor, karena orang
Moor Arab pernah menjajah Portugis/Spanyol tahun 711 - 1492. Lagu jenis Fado
masih ada di Amerika Latin (bekas jajahan Spanyol), seperti yang dinyanyikan
Trio Los Panchos atau Los Paraguayos, atau juga lagu di Sumatera Barat (budaya
Arab) seperti Ayam Den Lapeh.
Pada waktu
tawanan Portugis dan budak asal Goa (India) di Kampung Tugu dibebaskan pada
tahun 1661 oleh Pemerintah Hindia Belanda (VOC), mereka diharuskan pindah agama
dari Katholik menjadi Protestan, sehingga kebiasaan menyanyikan lagu Fado
menjadi harus bernyanyi seperti dalam Gereja Protestan, yang pada tangga nada
mayor.
Selanjutnya
pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir, dan awal ini Musik Keroncong juga
dipengaruhi lagu Hawai yang dalam tangga nada mayor, yang juga berkembang pesat
di Indonesia bersamaan dengan Musik Keroncong (lihat Musik Suku Ambon atau The
Hawaian Seniors pimpinan Jenderal Polisi Hugeng).
Alat-alat musik
Dalam
bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola,
ukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini
masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh
komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu,
Jakarta Utara, yang kemudian berkembang ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir
oleh orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun 1880-1920). Tahun
1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi dengan irama yang
lebih lambat sesuai sifat orang Jawa.
Pem-"pribumi"-an
keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti:
▪ sitar
India
▪ rebab
▪ suling
bambu
▪ gendang,
kenong, dan saron sebagai satu set gamelan
▪ gong.
Saat ini,
alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup:
▪ ukulele
cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E; sebagai alat musik
utama yang menyuarakan crong - crong sehingga disebut keroncong (ditemukan
tahun 1879 diHawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)
▪ ukulele
cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik
lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan
sebutan in F);
▪ gitar
akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi).
▪ biola
(menggantikan Rebab), sejak dibuat oleh Amati atau Stradivarius dari Cremona
Itali sekitar tahun 1600 tidak pernah berubah modelnya hingga sekarang.
▪ flute
(mengantikan Suling Bambu), pada Era Tempo Doeloe memakai Suling Albert (suling
kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief
Java), sedangkan pada Era Keroncong Abadi telah memakai Suling Bohm (suling
metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah,
contoh flutis Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta).
▪ selo,
betot menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh Amati
dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600, hanya saja dalam keroncong dimainkan
secara khasdipetik/pizzicato.
▪ kontrabas
(menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah berubah sejak Amati
dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600 membuatnya.
Penjaga
irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang
ritmis mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi,
sekaligus hiasan/ornamen bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang
mengisi ruang melodi yang kosong.
Bentuk
keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ tunggal
serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ
tunggal yang serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).
Musik
keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan.
Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong,
yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah
memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah,
sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan
menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran
serta adaptasi Perkembangan
musik keroncong masa kini.
Setelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia (1522) dan pemukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661, dan ini merupakanmasa evolusi awal musik keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.
Dan
akhirnya musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun
1880 hingga kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah
berlangsung dan satu perkiraan perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak
awal adalah pada tahun 1879, di saat penemuan ukulele di Hawai yang segera
menjadi alat musik utama dalam keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong),
sedangkan awal keroncong millenium sudah ada tanda-tandanya, namun belum
berkembang (Bondan Prakoso).
Empat
tahap masa perkembangan tersebut adalah
(a) Masa
keroncong tempo doeloe (1880-1920)
(b) Masa
keroncong abadi (1920-1960)
(c) Masa
keroncong modern (1960-2000)
(d) Masa
keroncong millenium (2000-kini)
(e) Masa
keroncong tempo doeloe (1880-1920)
Ukulele
ditemukan pada tahun 1879 di Hawaii, sehingga diperkirakan pada tahun
berikutnya Keroncong baru menjelma pada tahun 1880, di daerah Tugu kemudian
menyebar ke selatan daerah Kemayoran dan Gambir (lihat ada lagu Kemayoran dan
Pasar Gambir, sekitar tahun 1913). Komedie Stamboel 1891-1903 lahir di Kota
Pelabuhan Surabaya tahun 1891, berupaPentas Gaya Instanbul, yang mengadakan
pertunjukan keliling di Hindia Belanda, Singapura, dan Malaya lewat jalur
kereta api maupun kapal api. Pada umumnya pertunjukan meliputi Cerita 1001
Malam (Arab) dan Cerita Eropa (Opera maupun Rakyat), termasuk Hikayat India dan
Persia. Sebagai selingan, antar adegan maupun pembukaan, diperdengarkan musik
mars, polka, gambus, dan keroncong. Khusus musik keroncong dikenal pada waktu
itu Stambul I, Stambul II, dan Stambul III.
Pada waktu
itu lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120 untuk satu ketuk seperempat
nada), di mana Warga Kampung Tugu maupun Kusbini menyebut sebagai Keroncong
Portugis, sedangkan Gesang menyebut sebagai Keroncong Cepat, dan berbaur dengan
Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal para musisi Indo, dan pemain
biola legendaris adalah M.
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah alm. Gesang. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah Jepang karena berhasil memperkenalkan musik keroncong di sana. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah "Bengawan Solo". Lantaran pengabdiannya itulah, alm. Gesang dijuluki "Buaya Keroncong" oleh insan keroncong Indonesia, sebutan untuk pakar musik kero.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar